Blog ini adalah tempatku mencurahkan segala isi hati dan pikiranku. Menjadikanku orang yang kreatif dan terlatih.. Dan mendapatkan beragam ilmu yang akan membuatku semakin kaya..

Posts tagged ‘Ibu’

“Harga Diri ????” (Sepenggal kisah dari KL)


Hai, Farida,, kamu lagi sibuk ga ? Boleh datang ke kantor.. Ada konseling dan ini adalah TKW yang kamu pernah rekomendasikan sebagai orang yang baik dan rajin.” Itu perintah singkat yang kuterima dari atasanku di kantor Philimore Sdn Bhd Kuala Lumpur. Tempatku mengais rejeki dan memberiku banyak pengalaman selama 2 tahun.
Bergegas aku menuju kantor dan meninggalkan kesibukanku di Training Center (TC) atau rumah Konseling, yang juga merangkap tempat tinggalku. Aku tinggalkan sederet pesan kepada para TKW yang dititip di TC ku dan baru saja “menikmati” briefingku.

Aku jadi penasaran dengan “kasus” yang satu ini.. (ehmmm, kayak detektif aja gayaku…). Karena biasanya TKW yang pernah kurekomendasikan pada majikan adalah TKW yang memang benar-benar sudah kupercaya dan pandai bekerja.

Setibanya di kantor, aku langsung menuju ruangan konseling. Di sana telah ada 4 orangyang terdiri dari Tuan, Nyonya, TKW dan madam Pat yang menjadi atasanku di departemen Konseling. ” Baguslah kau datang. Saya sudah capek menanyakan masalahnya tapi dia tetap diam dan tidak mau memandang kepada kami. Saya tidak ingin terpancing emosi. Sebaiknya kamu uruskan sampai semua kelar..” Perintah yang membuatku harus benar-benar menyelesaikan kasus ini secepat mungkin dan pastinya ini masalah yang sangat serius…

Setelah say hello dengan majikan yang setahuku sangat baik, aku pun menanyakan inti permasalahan. Ternyata TKW ini kedapatan berciuman dengan seorang pria Bangladesh di halaman rumah si majikan dan tetangga sudah sering melihat.Awalnya majikan tidak percaya karena TKWnya adalah orang yang rajin dan sopan. Sampai akhirnya, tanpa sengaja majikan menangkap basah TKW itu. Dari pengakuannya, ternyata TKW itu sudah sering membawa pria itu ke rumah majikan dan mengakuinya sebagai boyfriend yang juga sering memberinya uang.
Majikan yang sangat kecewa dengan perilaku TKWnya bersikeras untuk langsung mengantar pulang ke Indonesia meski kontrak belum selesai. Karena ada kekhawatiran, dia akan berbuat lebih nekad lagi atau akan terjadi hal-hal diluar kendali majikan.

Majikan meninggalkan kantorku dengan gusar dan menitip pesan agar aku menguruskan semua hal yang dibutuhkan untuk memulangkan si TKW secepatnya. Aku memandangi TKW yang tetap tidak mau bicara dan hanya menunduk. Seolah-olah tidak ada lagi orang di ruangan itu. Hampir 30 menit aku membujuknya untuk bicara karena sama halnya dengan majikannya, aku pun ingin tahu alasan “kenekatannya” itu.
“Mbak, kenapa kamu bisa melakukan semua itu ? Apa majikanmu masih kurang baik ? Tolong hargai dan jawab saya. Saya benar-benar kecewa dan heran dimana harga dirimu sebagai wanita terutama sebagai seorang ibu yang memiliki 2 orang anak..” Kemarahanku benar-benar sudah memuncak dan aku sudah hampir tidak dapat lagi mengontrol kata-kata yang ingin kuucapkan. Bagiku tingkah lakunya sudah sangat merendahkan kaum wanita dan sekarang makin memuakkan karena dia sama sekali tidak menghargai siapapun.

“Harga diri ???? Harga diri itu hanya milik orang-orang terhormat. Sedangkan orang seperti aku tidak berhak punya harga diri. Benar, aku memang orang tidak tahu malu dan berterima kasih karena majikanku sangat baik dan memperlakukanku seperti keluarga sendiri.” Aku terkejut dengan ucapannya. Belum lagi aku selesai mencerna perkataannya, dia melanjutkan kata-kata yang diucapkan degan suara getir dan menahan air mata. ” Kakak mau tahu masa laluku ? Aku hanya seorang anak yang kelahirannya tidak diinginkan karena ibuku adalah seorang PSK. Aku dititip kepada Paman yang mau bermurah hati menampungku meski dia sangat miskin. Saat aku baru menikmati masa remaja, ibuku datang dan memperalatku sampai aku pun terjerumus untuk menjadi PSK. Mungkin sudah takdir bahwa dalam darahku mengalir darah seorang wanita yang tidak pantas disebut ibu dan sekarang aku pun begitu.” Aku semakin tercengang dengan pengakuannya yang begitu blak-blakkan dan penuh amarah. Tiba-tiba saja badanku lemas dan entah kemana kemarahanku yang tadi kuat menguasai raib begitu saja.

“Suamiku adalah pelanggan yang sering membookingku. Saat dia melamar dan berjanji mengangkat martabatku, baru kurasakan apa yang namanya cinta dan dihormati. Dia berjanji tidak akan mengungkit masa laluku. Walau berat karena keluarganya tahu masa laluku dan selalu menghinaku tapi semua kuhadapi dengan tabah karena aku yakin suamiku akan selalu melindungiku. Kami memiliki 2 anak dan selama berkeluarga, aku lebih banyak membiayai keluarga kami dengan berjualan gorengan karena suamiku hanya timer/calo di terminal. Tapi aku tetap menghormatinya. Sampai aku sering mendengar desas desus bahwa dia “rajin” bermain judi dan punya banyak pacar. Karena aku mulai gerah dengan berita itu, maka aku menanyakannya. Itulah awal kehancuran rumah tanggaku. Dia mulai kasar memaki dan memukuliku. Selalu mengungkit masa laluku dan meragukan kedua anak kami adalah darah dagingnya.” Tangisannya pecah dan kemarahan karena sakit hati yang terlalu dalam terpancar dari wajanya. Aku masih diam dan kehabisan kata-kata. Otakku benar-benar tidak bisa diajak untuk berpikir. Aku masih mencerna semua ceritanya.

“Dia juga sudah berani membawa wanita lain ke rumahku. Daripada batinku makin merana, aku nekad merantau ke Malaysia dan menitipkan anak-anak kepada Pamanku.” Tiba-tiba aku teringat surat yang pernah dititipnya. Aku bergegas ke meja kerjaku dan mengambil surat itu. Aku baca ulang, dalam surat itu suaminya minta maaf atas semua kesalahannya dan berjanji akan merubah semua perilakunya. Dia juga mengabari TKW ini kalau dia sudah mempunyai pekerjaan tetap sebagai seorang supir angkot. Diakhir surat, suaminya minta dikirimi uang karena angkotnya butuh reparasi. Aku letakkan surat itu di meja dan dia hanya memandangi lenbaran lusuh itu.

“Kak, setelah dia kirim surat ini, saya menghubungi ke kampung untuk menanyakan kebenaran isi surat itu. Memang benar dia sudah jadi sopir angkaot tapi dia tidak pernah melihat anak-anak. Saya pun mengatakan tidak dapat mengiriminya uang, kalau dia mau supaya menunggu supaya saya pulang dulu ke kampung setelah habis kontrak. Ternyata dia sangat marah dan kembali memaki saya. Lalu dia mengancam akan menceraikan saya dan menelantarkan anak-anak. Saat saya kalut dan tertekan, tiba-tiba pria Bangladesh itu hadir dalam kehidupan saya, dia bekerja sebagai tukang bangunan di sekitar rumah majikan. Dia sangat menghormati dan sering memberi saya uang. Hal yang tidak pernah saya dapat dari suami. Sampai semua terjadi. Tapi saya tidak menyesal sama sekali. Kakak benar, saya tidak punya harga diri dan saya bukan ibu yang baik. Harga diri hanya milik orang terhormat seperti kakak. Kakak beruntung memiliki hidup yang luar biasa.”

Kata-kata yang diucapkannya seperti tamparan keras bagiku. Yah.. aku sangat beruntung memiliki keluarga yang sempurna dan menjadi diriku saat ini. Aku tidak pernah khawatir orang akan menghina atau harus melakukan hal-hal yang dilarang agama hanya untuk bertahan hidup. Aku benar-benar malu, karena masih sering mengeluh dan merasa hidupku sangat sulit. Au selalu mengagungkan Harga Diri yang dijaga demi Nama Baik. Aku ingin menangis, entah mengapa aku menjadi sakit hati mendengar kisahnya. Mungkin tepatnya kecewa, karena TKW yang satu ini kukenal sebagai sosok yang ceria, pandai bekerja, dewasa, rajin, selalu ingin belajar, sopan dan selalu tempat curhat teman-temannya sesama TKW yang “terpaksa” ,menginap di TC ku karena berbagai masalah. Dia selalu kujadikan panutan dan leader bagi TKW lain, sampai majian memilinya atas rekomendasiku.

Aku meraih Counselling Form dan menuliskan laporanku. Dengan berat hati kutuliskan “Send Her Backto Indonesia, ASAP” lalu kutandatangani. Saat itu yang kuinginkan hanya pulang ke TC ku dan menenangkan diri. Aku tidak ingin menangis di hadapannya.

Aku berdiri dan melangkah ke arah pintu tanpa memandangnya. Tapi saat akan membuka pintu, kurasakan kakiku ditahan dan ternyata dia sedang memeluk kakiku dan menangis. Aku terkejut dengan yang dilakukannya, bagaimanapun aku tidak ingin dia merendahkan dirinya di kakiku. Aku menuntunnya berdiri dan dia memelukku sambil menangis.

“Kak, katakan sesuatu… Tolong jangan diam saja, maafkan saya. Saya terima jika kakak memaki atau menampar saya karena terlalu berat kesalahan saya. Kepercayaan kakak tidak dapat saya pegang. Saya juga sudah gagal menunaikan janji untuk jadi ibu yang baik seperti yang selalu kakak nasehatkan.”
Aku menguatkan hatiku untuk bicara dengannya. “Mbak, pulang ke kampung dengan baik-baik dan minta maaf kepada majikan. Setelah di kampung, peluk kedua anakmu dan berjanjilah kamu tidak akan kembali ke jalan yang salah. Biarkan suamimu, tidak usah pedulikan laki-laki yang sudah menginjak-injak martabatmu sebagai seorang wanita dan ibu. Saya percaya mbak bisa memberi kehidupan yang layak bagi anak-anakmu dengan kasih sayang dan melalui jalan yang benar. Banyak berdoa dan mohon ampun pada Tuhan. Saya juga minta maaf sudah bicara kasar.”

Setelah itu aku pun meninggalkannya yang masih terus menangis di ruang konseling. Setelah menyelesaikan urusan gaji dan tiketnya, aku pulang ke TC. Sesampainya di TC aku langsung masuk kamar dan tanpa bisa kutahan lagi, tangisanku pecah. Aku tidak peduli kalau TKW lain mendengarnya… Terlalu banyak “kenyataan” hidup yang kutemui selama kerja di perusahaan ini.

Harga Diri……. Sering kali kita bangga dengannya tapi sering kali juga kita merendahkan orang lain dengan perkataan itu. Bagiku semua orang punya Harga Diri, hanya saja sebagian orang tidak paham dan tidak tahu harus bagaimana untuk menjaga harga dirinya. Kaya atau miskin bukan ukuran untuk memilikinya karena harga diri tidak dapat dibeli. Kalau kita adalah orang-orang yang punya harga diri, “apakah perilaku kita sudah mencerminkannya ?” Entahlah….. Hanya diri masing-masing dan Tuhan yang mampu mengukurnya… HAl paling mudah yang dapat kita lakukan demi sebuah HArga Diri adalah saling meghormati dan belajar menghargai diri sendiri juga orang lain..

(Buat AW…terima kasih sudah menjadi inspirasiku, membuka mata hatiku untuk melihat kehidupan di luar sana dan bersyukur untuk kehidupan yang kumiliki… Semoga kamu bisa jadi IBU yang Luar Biasa dan Kebanggaan anak-anakmu…)