Blog ini adalah tempatku mencurahkan segala isi hati dan pikiranku. Menjadikanku orang yang kreatif dan terlatih.. Dan mendapatkan beragam ilmu yang akan membuatku semakin kaya..

Posts tagged ‘becak’

Hanya Seorang Tukang Becak


Namanya Hadi tapi orang-orang lebih sering memangilnya dengan sebutan Unyil. Dia baru berusia 19 tahun dan berprofesi sebagai seorang tukang becak, yang biasa mangkal di stasiun Kereta Api Bekasi. Awalnya aku tidak terlalu peduli dengan sosok lelaki muda berperawakan sedang ini. Bagiku dia sama saja dengan tukang becak lainnya yang memang harus banting tulang mencari nafkah dengan mengayuh becaknya tiap hari, tidak ada yang istimewa sama sekali.

Tetapi sikapnya yang ramah membuatku tertarik mengenal sosok anak muda satu ini. Aku tidak terlalu ingat kapan pertama kalinya menumpang dibecaknya. Kalau tidak salah aku pernah pulang malam hampir pukul 23.30 WIB. Aku sudah yakin tidak akan ada becak lagi di stasiun dan dengan terpaksa harus berjalan kaki ke rumah yang jaraknya hampir 1 km. Suasana stasiun sudah sangat sepi, dengan langkah terburu-buru meninggalkan stasiun. Ternyata dugaanku meleset, tampak seorang tukang becak sedang duduk di atas becaknya sambil terkantuk-kantuk. Mendengar langkah kakiku, spontan dia terbangun dan menawarkan jasa untuk mengantarkanku.

Karena sudah sangat letih dan mulai mengantuk aku langsung menaiki becaknya. Tidak ada sama sekali percakapan selain memberitahukan alamat rumahku. Sesampainya di rumah aku memberinya ongkos lebih sedikit dari yang biasa, dengan pertimbangan dia merupakan salah satu jawaban doaku pada Tuhan supaya aku bisa tiba di rumah dengan cepat, selamat dan tidak perlu menghabiskan tenaga untuk berjalan.
Hari berjalan seperti biasanya dan aku tetap dengan wajah serius dan diamku saat berjalan ke stasiun maupun saat pulang. Tetapi kecuekanku mulai terusik dengan sapaan seorang tukang becak muda yang setiap melihatku berangkat maupun pulang kerja selalu menyapa, “Teteh, mau berangkat kerja ? Teteh baru pulang, tumben cepat teh ?”

Hampir tiap hari seperti itu tapi anehnya tidak pernah dia langsung menyodorkan becaknya untuk kutumpangi. Pernah satu kali aku langsung naik ke becaknya, dia sudah siap-siap mengayuh tetapi kemudian menyuruhku pindah becak dengan alasan bapak tua yang juga rekan seprofesinya sudah hendak pulang karena tidak tahan lagi dengan udara malam yang kian menusuk. Hhhhhmmm, makin salut aku dengan penarik becak muda yang selalu kelihatan ceria, bersemangat dan ramah ini. Menurutnya tidak baik rebutan penumpang, semua sudah punya rejeki masing-masing.. Pemikiran yang sangat polos dan jujur…

Hingga suatu kali saat semua orang terburu-buru pulang untuk merayakan valentine sekalian menyambut liburan keesokan hari, aku harus kemalaman lagi sampai di Bekasi karena bus yang terlambat datang ditambah macet yang lumayan parah. Sesampainya di stasiun aku lihat sudah sangat sepi dan tidak satu pun becak kelihatan. Aku melangkahkan kaki pulang ke rumah. Walau ada rasa was-was juga karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.30 Wib dan jalanan sangat sepi. Kira-kira 50 meter dari stasiun, tampak sebuah becak yang dikayuh dengan sangat cepat dan berhenti persis di hadapanku..

“Wah, teteh baru pulang ya.. Saya udah yakin teteh pasti pulang telat karena biasanya jam 21.30 wib udah kelihatan di stasiun makanya saya balik lagi ke stasiun padahal tadi saya udah pulang untuk tidur sebentar… Silahkan naik teh, nanti kemalaman sampai di rumah” Tanpa kutanya si Unyil sudah berkicau.

“Nama kamu siapa ? Umur berapa ? “ Aku mulai membuka percakapan sekaligus ingin tahu mengapa dia sangat rajin meyapaku.

“Nama sebenarnya Hadi, teh.. Tapi orang-orang suka panggil Unyil, mungkin karena badan saya kecil.” Dia pun menjawab pertanyaanku..

“Oooooo, trus udah berapa lama kamu jadi tukang becak ? ini punya sendiri atau nyewa ?” rasa ingin tahuku makin besar…

“Saya belum lama jadi penarik becak, awalnya saya jualan sate di tepi jalan dengan kakak tapi karena harga-harga pada mahal, kakak sudah tidak sanggup belanja untuk sate. Kakak memilih pulang ke kampung di Cirebon buat bertani juga orang tua yang sudah tua jadi tidak bisa ngerjain apa-apalagi di sini. Nah, daripada saya nganggur lebih baik narik becak dengan cara menyewa dari juragan becak yang dekat pasar… Lumayan teh, bisa buat biaya hidup saya sendiri.. Jadi tidak merepotkan orang tua..” Dia pun bercerita dengan panjang lebar.

“Umur kamu sekarang berapa ? Dan sampai jam berapa narik becak ?” Rasa ingin tahuku makin besar untuk tahu sosok satu ini..

“Saya baru berumur 19 tahun, narik becak ya sampai malam. Karena saingan udah sedikit dan selalu ada saja orang kemalaman pulang. Kasihan kalau tidak ada becak atau ojek. Makanya saya tahu teteh juga sering pulang jam 21.30 Wib. Kasihan aja teteh pulang malam-malam sendirian, jalan kaki dan seorang perempuan lagi.” Dia menjawab pertanyaanku dengan ringan dan tetap bersemangat.

“Kamu punya no hp ? supaya saya gampang hubungi kalau mau ke gereja atau keperluan lain karena saya tidak bisa bawa kendaraan apapun…” Tanyaku dengan tujuan menjadikannya tukang becak langgananku dan keluarga. Aku merasa dia sudah “lulus” sesi interview. Lucu juga karena orang-orang biasanya gantian no handphone dengan kenalan baru yang dianggap sepadan sedangkan aku mendapatkan no hp tukang becak justru saat malam valentine…hehehehehehehe… Dan dia dengan cepat memberi no hpnya, sambil mengucapkan terima kasih..

Malam ini, 16 Februari 2011 hujan yang tidak bersahabat diiringi suara petir yang saling menyambar mengiringi perjalananku pulang dari kantor di Jakarta sampai ke Bekasi. Pakaianku sudah basah kuyub. Ada juga rasa takut mendengar suara petir, cahaya kilat yang seperti penerangan dari galaxy lain dan dingin yang mulai menusuk karena hujan yang sangat deras seolah tanpa ampun membasahi bumi. Aku melangkahkan kakiku keluar dari bus, lanjut denga angkot dan berlari kecil menyebrangi stasiun. Dengan menahan dingin aku berjalan pulang dan mulai melewati jalanan yang gelap dan sepi.. Ternyata dari kejauhan aku melihat beberapa becak diparkir di tepi jalan tetapi pemiliknya tidak kelihatan, mereka enggan harus mengayuh becaknya dibawah guyuran hujan lebat. Aku yakin dengan cuaca buruk yang tidak bersahabat pasti tidak ada yang ingin keluar rumah.

Lagi-lagi dugaanku meleset, dari sebuah warung kecil yang sudah tutup tampak Unyil memanggilku dan langsung mengayuh becaknya ke arahku. Jujur aku kasihan juga melihat dia yang tampak mengigil walau sudah memakai mantel hujan dari plastik yang dibuat seadanya. Dengan cekatan dia membuka tenda penutup becaknya dan mempersilahkanku masuk. Dengan setengah berteriak karena suara hujan dan petir yang saling bersahutan, aku bertanya “Unyil, kok hari hujan gini masih narik aja ? Apa ga takut sakit ?”

“Ga kok teh, saya kan udah bilang sampai malam juga tetap narik. Ga peduli hujan atau tidak. Mau makan apa kalau ga narik terus hanya karena hujan. Dari tadi saya juga lihat teteh belum lewat dan nungguin sms teteh siapa tahu ga ada kendaraan” jawabnya dengan suara yang timbul tenggelam karena suara alam yang seolah-olah ikut berbicara.

Jalanan hampir tidak kelihatan karena derasnya hujan yang turun, petir pun semakin “bersemangat” saling bersahutan. Tetapi sosok Unyil masih semangat mengayuh becaknya, kelihatannya dia sudah sangat hafal seluk beluk jalanan yang kami lewati sehingga beberapa lobang dalam dan berbahaya di tengah jalan bisa dihindarinya meski dengan jarak pandang yang sangat terbatas.

Entah mengapa, sifat melankolisku kambuh lagi. Sepanjang jalan aku memanjatkan doa supaya Tuhan memberinya rejeki dan kesehatan sehingga taraf hidupnya bisa makin meningkat paling tidak jadi juragan becak… Semoga Tuhan setuju dengan permintaanku ini…

Mungkin bagi orang yang mendengar atau membaca tulisanku tentang Unyil akan berasumsi itu hanya triknya supaya dapat langganan atau ada niat tertentu. Terserah orang mau menilai bagaimana namun yang pasti bagiku orang kecil dan terpinggir seperti unyil biasanya jauh lebih tulus. Kepolosan, semangat dan cerianya selalu membuatnya tidak pernah ragu atau takut jika harus menarik becak hingga tengah malam, dimana semua orang tengah dibuai mimpi indah di atas ranjang empuk dan ruangan dingin ber-AC.

Tapi diatas semua itu, rasa salutku untuk dia adalah karena dia bisa menghafal siapa saja yang sering pulang malam dan kehabisan angkutan transportasi kecil untuk sampai ke rumah yang tidak dilalui angkot. Dia juga tahu bagaimana cara supaya mendapat langganan untuk membantunya punya penghasilan yang agak lebih besar dari biasanya dan memudahkannya membayar setoran kepada juragan Becak.

Mudah-mudahan niat tulusnya untuk membiayai hidup orng tua di kampung bisa terkabul meski dengan penghasilan yang sangat minim. Namun yang paling penting adalah dia tetap jadi sosok yang jujur, sederhana, polos dan tahu menghargai orang lain, dirinya juga pekerjaannya… Sepertinya bagus juga kalo Unyil disuruh pidato di depan orang-orang terhormat yang hanya gila jabatan dan materi.. Supaya mereka tahu kalau di luar sana masih banyak orang yang untuk makan sekali aja harus bisa menaklukkan alam… Dan tidak neko-neko dengan pekerjaannya…

Selamat berjuang Unyil.. Jadilah pemenang dalam Hidupmu dan Pejuang Keluarga yang penuh Kasih…